Pelaksanaan Hutan kemasyarakatan merupakan model pemberdayaan masyarakat sekaligus model pembangunan hutan yang melibatkan secara aktif masyarakat untuk mengelolanya. Proses pemberdayaan akan mencapai tujuan jika masyarakat mendapatkan hasil hutan kemasyarakatan. Pemanfaatan hasil hutan kemasyarakatan secara legal diperlukan izin bagi masyarakat untuk memanfaatkan hasil hutan kemasyarakatan tersebut. Hutan Desa adalah Hutan Negara yang belum dibebani ijin dan diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat desa. Penyelenggaraan Hutan Desa dilakukan oleh Desa, yang disesuaikan dengan sistem sosial budaya setempat. Hutan desa dapat diberikan kepada semua masyarakat, kecuali pada cagar alam dan zona taman nasional, sebagaimana diatur dalam peraturan atau perundang-undangan (UU 41 tahun 1999 dan PP 34 tahu 2002).
Selama ini pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang sudah dicetuskan sejak beberapa dasa warsa yang lalu yaitu tahun 1995 melalui SK Menhut No 622/1995 yang kemudian disempurnakan menjadi SK Menhut No 677/1998, dan terakhir SK Menhut No 31/2001 belum secara nyata memberikan dampak. Dukungan kebijakan bagi praktek-praktek pengelolaan hutan berbasis masyarakat juga masih lemah. Hutan Kemasyarakatan, satu model pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang sudah berumur 1 dasa warsa, hingga kini belum jelas masa depanya. Namun demikian Pelaksanaan hutan kemasyarakatan yang berlangsung di beberapa daerah di Indonesia telah berlangsung cukup baik seperti HKm di NTB, HKm di Lampung, HKm di Gunungkidul dan HKm di Kulonprogo DIY. Pelaksanaan HKm yang telah dilaksanakan, memberikan dampak yang cukup nyata dalam perubahan penutupan areal yang dulunya gundul menjadi hijau kembali, menggeliatnya kelompok-kelompok masyarakat menuju kemandirian, dan meningkatnya pendapatan telah dirasakan oleh masyarakat. Hasil nyata tersebut telah meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjaga dan memelihara hutan serta pentingnya berkelompok.