Konsep pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya menawarkan suatu proses perencanaan pembangunan dengan memusatkan pada partisipasi, kemampuan dan masyarakat lokal. Dalam konteks ini, maka masyarakat perlu dilibatkan pada setiap tahap pelaksanaan, dan evaluasi program yang mereka lakukan. Hal ini berarti, menempatkan masyarakat sebagai aktor (subyek) pembangunan dan tidak sekedar menjadikan mereka sebagai penerima pasif pelayanan saja (Suparjan, 2003: 23-24).
Secara etimologis, pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya” yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya, atau proses untuk memperoleh daya/kekuatan/kemampuan, dan atau proses pemberian daya/kekuatan/kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya (Sulistiyani, 2004: 77).
Pengertian “proses” menunjuk pada serangkaian tindakan atau langkah-langkah yang dilakukan secara kronologis sistematis yang mencerminkan pentahapan upaya mengubah masyarakat yang kurang atau belum berdaya menuju keberdayaan. Berkenaan dengan pemaknaan konsep pemberdayaan masyarakat, bahwa inti dari pemberdayaan adalah meliputi tiga hal, yaitu pengembangan, memperkuat potensi atau daya, terciptanya kemandirian (Tri Winarni, 1998: 75-76). Setiap masyarakat pasti memiliki daya, akan tetapi kadang-kadang mereka tidak menyadari, atau daya tersebut masih belum dapat diketahui secara nyata. Oleh karena itu daya harus digali, dan kemudian dikembangkan. Jika asumsi ini yang berkembang, maka pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya, dengan cara mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya.
Menurut Sumodiningrat, pemberdayaan masyarakat adalah upaya mempersiapkan masyarakat seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan masyarakat agar masyarakat mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan.
Pemberdayaan pada hakekatnya mencakup dua aspek, yaitu to give or authority to dan to give ability to or enable. Dalam aspek pengertian yang pertama, pemberdayaan memiliki makna memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan dan mendelegasikan otoritas ke pihak lain, dalam rangka memperkuat posisi tawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Sedangkan dalam pengertian yang kedua, pemberdayaan diartikan sebagai upaya untuk memberi kemampuan atau kekuatan atau keberdayaan.
Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Kemandirian masyarakat adalah suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai oleh kemampuan untuk memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya kemampuan yang terdiri atas kemampuan kognitif yaitu kemampuan berpikir yang dilandasi oleh pengetahuan dan wawasan seseorang atau masyarakat dalam rangka mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi; kemampuan konatif, yaitu suatu sikap perilaku masyarakat yang terbentuk yang diarahkan pada perilaku yang sensitif terhadap nilai-nilai pembangunan dan pemberdayaan; kemampuan afektif, yaitu merupakan rasa yang dimiliki masyarakat yang diharapkan dapat diintervensi untuk mencapai keberdayaan dalam sikap dan perilaku; dan kemampuan psikomotorik, yaitu kecakapan dan keterampilan yang dimiliki masyarakat sebagai upaya pendukung masyarakat dalam rangka melakukan aktivitas pembangunan (Sulistiyani, 2004: 80).
Secara etimologis, pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya” yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya, atau proses untuk memperoleh daya/kekuatan/kemampuan, dan atau proses pemberian daya/kekuatan/kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya (Sulistiyani, 2004: 77).
Pengertian “proses” menunjuk pada serangkaian tindakan atau langkah-langkah yang dilakukan secara kronologis sistematis yang mencerminkan pentahapan upaya mengubah masyarakat yang kurang atau belum berdaya menuju keberdayaan. Berkenaan dengan pemaknaan konsep pemberdayaan masyarakat, bahwa inti dari pemberdayaan adalah meliputi tiga hal, yaitu pengembangan, memperkuat potensi atau daya, terciptanya kemandirian (Tri Winarni, 1998: 75-76). Setiap masyarakat pasti memiliki daya, akan tetapi kadang-kadang mereka tidak menyadari, atau daya tersebut masih belum dapat diketahui secara nyata. Oleh karena itu daya harus digali, dan kemudian dikembangkan. Jika asumsi ini yang berkembang, maka pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya, dengan cara mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya.
Menurut Sumodiningrat, pemberdayaan masyarakat adalah upaya mempersiapkan masyarakat seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan masyarakat agar masyarakat mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan.
Pemberdayaan pada hakekatnya mencakup dua aspek, yaitu to give or authority to dan to give ability to or enable. Dalam aspek pengertian yang pertama, pemberdayaan memiliki makna memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan dan mendelegasikan otoritas ke pihak lain, dalam rangka memperkuat posisi tawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Sedangkan dalam pengertian yang kedua, pemberdayaan diartikan sebagai upaya untuk memberi kemampuan atau kekuatan atau keberdayaan.
Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Kemandirian masyarakat adalah suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai oleh kemampuan untuk memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya kemampuan yang terdiri atas kemampuan kognitif yaitu kemampuan berpikir yang dilandasi oleh pengetahuan dan wawasan seseorang atau masyarakat dalam rangka mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi; kemampuan konatif, yaitu suatu sikap perilaku masyarakat yang terbentuk yang diarahkan pada perilaku yang sensitif terhadap nilai-nilai pembangunan dan pemberdayaan; kemampuan afektif, yaitu merupakan rasa yang dimiliki masyarakat yang diharapkan dapat diintervensi untuk mencapai keberdayaan dalam sikap dan perilaku; dan kemampuan psikomotorik, yaitu kecakapan dan keterampilan yang dimiliki masyarakat sebagai upaya pendukung masyarakat dalam rangka melakukan aktivitas pembangunan (Sulistiyani, 2004: 80).